27 Jun 2011

Menggali mutiara terpendam di pelosok negeri

Siang tadi, baca update statusnya pak Anies Baswedan di twitter tentang 2 orang siswa SD pelosok negeri menembus final olimpiade sains nasional yang akan di wawancari di Metro siang. Setelah itu, saya langsung nangkring depan tv. Jujur, saya langsung speechless, terharu dan sedikit berkaca-kaca (untung aja nonton sendiri, hehe). Perjuangan mereka para pengajar muda telah memberikan kontribusi yang berarti buat negeri ini. Memang ini bukan sepenuhnya karena pengajar muda, usaha dan kemauan terbesar adalah dari dalam diri anak didik sendiri, tapi kehadiran mereka telah mewujudkan mimpi-mimpi anak-anak pelosok negeri. Benar adanya kalo kondisi sekolah seperti di film laskar pelangi itu masih ada sampai zaman secanggih ini. Ruangan kayak kandang kambing, bahkan masih memakai buku panduan kurikulum 1984, apalagi komputer dan internet yang bagi mereka masih seperti barang super ajaib. Dibandingkan anak-anak perkotaan dengan fasilitas serba ada dan dana lebih dari cukup, wajar saja mereka sangat-sangat jauh lebih baik dan berprestasi. Sungguh keterlaluan jika  mereka malah menjadi generasi yang hancur setelah di anugerahi kemudahan-kemudahan seperti itu. Mereka harus perlu tau, bahwa masih sangat banyak teman-teman di luar sana yang juga punya cita-cita seperti mereka.
Dani dari pedalaman majene (Sulawesi Barat) dan Sabariah seorang anak pulau terpencil dari gugusan Kep.Riau berhasil mencapai final olimpiade sains. 2 orang murid dari Wiwin dan Roy pengajar muda. Walaupun tidak menjadi juara, itu sudah luar biasa. Saya yakin, suatu saat nanti kalian akan menjadi orang sukses. Menggapai masa depan gemilang.  Jangan malu dan minder menjadi anak kampung. Banyak orang-orang besar di negeri ini dulunya seperti kalian.
Tayangan tadi mengingatkan saya ketika masih berseragam putih-merah. Menghabiskan masa kecil di kampung kaki pegunungan. Saya juga pernah punya kelas yang bocor, pernah ketika kelas 4 tidak mempunyai guru kelas jadi kita diajari oleh guru agama, guru olahraga dan kadang kepala sekolah yang tiap hari bergantian mengajar karena kekurangan guru. Fasilitas buku pelajaran, waahh masih sangat minim. Belajar berhitung menggunakan lidi, sempoa?? ngga kenal lah. Ketika itu, istilahnya udah olimpiade apa belum ya?? saya lupa. Menjadi perwakilan sekolah ke kota kabupaten saja, nyali ini berasa ciutt banget, mana ada yang namanya persiapan khusus. Tiba-tiba ditunjuk dan berangkat, hadeehhh modal nekat dan juga ngga pinter-pinter amat. Proyek Indonesia Mengajar sekarang memang telah hadir sebagai lentera di negeri ini. Saya masih beruntung dibanding masih ada teman-teman yang juuaauuuh lebih pelosok, satu SD cuma punya 3 orang guru dan murid sekitar 10 orang. Ini realita kawan, jadi kalo ujian akhir (ebtanas pada masa itu), mereka menumpang ke sekolah saya. Saya juga masih sangat beruntung berada di tengah keluarga yang lumayan berpendidikan dan memotivasi saya. Teman-teman SD saya, mungkin mereka lebih pintar tapi harus putus sekolah. Ya..kira-kira seperti Lintang di Laskar Pelangi. Makanya ketika nonton film itu, wis banjir airmata dah. Mewakili cerita kami, anak-anak kampungan (haha).
Di tengah bobroknya negeri ini, mega proyek Indonesia Mengajar yang diprakarsai pak Anies Baswedan telah menghadirkan secercah harapan. Entah itu dibalik sosoknya yang terkait dengan nasdem, perpolitikan atau hal-hal lainnya. Whatever lah...Saya tidak perduli. Yang pasti, beliau telah berfikir dan bertindak untuk kemajuan dan kebaikan negeri ini dari segi pendidikan. Selalulah berjuang para pengajar muda!!! Jangan pernah lelah menggali lebih banyak mutiara-mutiara terpendam di pelosok negeri. Sejujurnya, saya pengen ikut terlibat, hehe. Hmmm...dari kriteria sebenarnya bisa sieh.(woow..pede banget bakalan diterima,haha). Mungkin usia aja agak mepet, haha...udah tua soalnya. Melanjutkan cita-cita dulu ajah,, insya Allah juga dipersembahkan untuk negeri. Semoga terwujud. Aminnn...
Qoute penutup: Semangat maju demi perubahan.
"Kita datang dari segala penjuru Nusantara, lintasi kelas sosial-ekonomi, etnis & agama. Kita adalah Indonesia Raya. Cintai bangsa ini. Terbang cari ilmu, tapi jangan putuskan cinta bangsa". (terinspirasi)

2 komentar:

  1. ternyata Pipiet suka nulis juga.. salut buat pengajar muda, memang perjuangan tidak hanya sekedar konsistensi tapi butuh dalam barisan.. Perlu link dan relasi, agar perjuangan memiliki tembok yang kokoh

    BalasHapus
  2. Hehehe...Msh belajar maz. Belum ada apa-apanya lah.. :)
    Yupzz..sepakat ma pendapatnya. Aplgi sbg muslim tlh dsbutkan (61:4). Negeri ini butuh org2 yg tulus sprti mereka.

    BalasHapus